Lappung – Gagasan hilirisasi untuk mengangkat nilai komoditas pertanian Lampung kembali menguat, kali ini menyasar potensi besar jeruk siam yang selama puluhan tahun hanya menjadi pemasok bahan mentah.
Dengan komitmen pemerintah dan dukungan dana dari pusat, Lampung bersiap memutus rantai ketergantungan dan mewujudkan kedaulatan ekonomi dari kebunnya sendiri.
Baca juga : 3 Kabupaten Raja Jeruk Siam Asal Lampung
Pemerhati Pembangunan, Mahendra Utama, menyoroti potret ironis yang telah lama terjadi di Lampung.
Menurutnya, petani jeruk siam di berbagai sentra produksi seperti Pesawaran bekerja keras hanya untuk menjual hasil panen segar dengan harga yang sering kali tidak sepadan.
“Ini potret Lampung selama ini,kaya hasil bumi, tapi miskin nilai tambah.
“Jeruk-jeruk itu dibawa keluar daerah, diolah menjadi produk bernilai tinggi di tempat lain, sementara petani kita hanya mendapat remah-remah,” ujar Mahendra, Rabu, 8 Oktober 2025.
Masalah ini, menurutnya, adalah cerminan dari fakta pahit yang disampaikan Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, bahwa 70 persen nilai ekonomi dari komoditas unggulan justru mengalir ke luar provinsi.
Komitmen Berbalut Aksi Nyata
Gubernur yang akrab disapa Iyai Mirza ini tidak hanya berhenti pada wacana.
Momentum perubahan mulai terlihat nyata pada September 2025, ketika pemerintah pusat mengucurkan dana sebesar Rp180 miliar untuk peremajaan tanaman di sektor hulu.
Langkah ini diperkuat dengan penetapan Lampung oleh Kementerian Pertanian sebagai target utama program hilirisasi sektor pangan.
Rencana pembangunan pabrik pengolahan pun dijadwalkan akan dimulai pada tahun berikutnya.
“Komitmen Gubernur Mirza terlihat serius. Ia langsung menemui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk membahas percepatan pengembangan kawasan industri pengolahan, dengan fokus pada kopi, cokelat, dan harapan besar kita, jeruk siam,” jelas Mahendra.
Strategi yang diusung pun dinilai tepat sasaran. Mahendra mengapresiasi pendekatan Iyai Mirza yang memulai hilirisasi dari bawah, yakni dari unit-unit ekonomi terkecil di tingkat desa.
Dengan cara ini, dampaknya diharapkan dapat langsung dirasakan oleh petani dan masyarakat pedesaan yang selama ini paling rentan.
Visi Ekonomi dan Tantangan di Depan Mata
Mahendra membayangkan sebuah transformasi besar jika hilirisasi jeruk siam berjalan sukses. Jeruk Lampung tidak lagi hanya akan berakhir di keranjang buah segar, tetapi diolah menjadi produk bernilai jauh lebih tinggi.
“Bayangkan jeruk kita menjadi sari buah konsentrat yang diekspor, bahan baku minuman isotonik berkualitas tinggi, atau minyak esensial yang harganya berlipat ganda.
“Nilai ekonominya akan tersimpan di Lampung, bukan lagi dinikmati pihak luar,” paparnya.
Lebih dari itu, hilirisasi akan menciptakan ekosistem ekonomi baru yang berkelanjutan, mulai dari penyerapan tenaga kerja di pabrik hingga tumbuhnya sektor jasa pendukung seperti pemasaran dan distribusi.
Baca juga : Era Jual Bahan Mentah Usai, Petani Lampung Raup Untung Berlipat
Meski demikian, Mahendra mengingatkan bahwa jalan ini tidak akan mulus. Sejumlah tantangan besar telah menanti.
“Persoalan infrastruktur, perizinan yang terkadang masih berbelit, hingga ketersediaan SDM terampil adalah rintangan yang harus dihadapi.
“Yang terpenting adalah meyakinkan petani untuk beradaptasi dengan sistem baru,” tegasnya.
Harapan Petani di Pundak Pemerintah
Pada akhirnya, keberhasilan program ini akan diukur dari dampak nyata yang dirasakan oleh para petani.
Mahendra berharap visi besar ini segera turun ke level desa dalam bentuk aksi konkret.
“Harapan kami sederhana. Semoga segera ada sosialisasi program hilirisasi di desa-desa, diikuti pelatihan, dan bantuan bibit unggul jeruk siam.
“Ini bukan lagi soal janji, tapi aksi nyata yang bisa dirasakan langsung,” tuturnya.
Bagi Mahendra dan para petani, hilirisasi jeruk siam bukan sekadar strategi ekonomi.
Ini adalah soal keadilan dan martabat, memastikan kerja keras mereka dinikmati untuk kesejahteraan keluarga dan daerahnya sendiri.
“Jika semua berjalan sesuai rencana, suatu hari nanti petani jeruk siam akan bercerita dengan bangga pada cucunya.
“Dulu kakek hanya jual jeruk mentah. Sekarang, jeruk kita jadi produk unggulan nasional, dan kita yang menikmatinya’,” pungkasnya.
Baca juga : eSTDB, Senjata Baru Petani Lampung Hadapi Aturan Uni Eropa