Lappung – Ketegangan terkait sengketa lahan di Kabupaten Mesuji, Lampung, kian memuncak menyusul pemasangan spanduk peringatan oleh PT Sumber Indah Perkasa (SIP).
Spanduk tersebut tidak hanya menuntut pengosongan lahan, tetapi juga secara eksplisit mengancam akan mempidanakan sekitar 500 Kepala Keluarga (KK) yang mendiami area tersebut, dengan batas waktu yang jatuh pada hari ini, Senin, 8 September 2025.
Baca juga : Konflik Agraria Anak Tuha: PT BSA Mangkir dari Mediasi, LBH Desak Negara Bertindak Tegas
Warga yang merasa terintimidasi menolak untuk meninggalkan lahan yang telah mereka tempati secara turun-temurun dan bersiap menempuh jalur hukum untuk mempertahankan hak mereka.
Spanduk yang terpasang di beberapa titik strategis itu sontak menjadi sorotan utama.
Pasalnya, selain memuat ancaman pidana dengan mencatut pasal-pasal dari Undang-Undang Perkebunan dan KUHP, spanduk tersebut juga menampilkan logo dari sejumlah instansi resmi, termasuk Pemerintah Kabupaten Mesuji, Polres Mesuji, Kejaksaan Negeri Mesuji, BPN Mesuji, dan Kodim 0426/Tulang Bawang.
Pencantuman logo-logo itu menimbulkan pertanyaan besar mengenai netralitas aparat negara dalam konflik agraria antara korporasi dan masyarakat.
Chandra Bangkit Saputra, S.H., selaku kuasa hukum warga dari Lawfirm Asima & Lawyers, mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh PT SIP.
Menurutnya, pemasangan spanduk tersebut merupakan bentuk intimidasi dan unjuk kekuatan yang tidak dapat dibenarkan.
“Ini bukan cara menyelesaikan sengketa. Ini adalah bentuk teror psikologis terhadap warga,” tegas Chandra, pada Senin, 8 September 2025.
“Klien kami sudah lama tinggal di sana, memiliki klaim historis. Seharusnya semua pihak mengedepankan dialog dan proses hukum yang adil, bukan ancaman pidana seperti ini,” tambahnya.
Baca juga : Solusi Unik Atasi Konflik: Babi Hutan Akan Dilepas untuk Pakan Harimau di TNBBS Lampung
Pihaknya juga mempertanyakan keterlibatan instansi-instansi negara yang logonya terpampang di spanduk tersebut.
Menurut Chandra, hal ini dapat menciptakan kesan bahwa negara berpihak pada perusahaan dan melegitimasi upaya pengusiran paksa.
“Kami akan segera melayangkan surat resmi kepada seluruh instansi yang logonya dicatut.
“Kami meminta klarifikasi dan menuntut agar mereka menjaga netralitas serta tidak menjadi alat bagi kepentingan korporasi untuk menindas rakyat kecil,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, situasi di lokasi dilaporkan masih tegang namun kondusif.
Warga tetap beraktivitas seperti biasa, namun bersiaga menghadapi segala kemungkinan seiring berakhirnya batas waktu yang ditetapkan perusahaan.
Sementara itu, pihak PT. Sumber Indah Perkasa (SIP) belum dapat dimintai keterangan resmi terkait langkah yang akan diambil setelah batas waktu pengosongan lahan berakhir.
Warga berharap Pemerintah Kabupaten Mesuji dan aparat penegak hukum dapat memfasilitasi mediasi yang berkeadilan demi mencegah terjadinya konflik sosial yang lebih besar.
Baca juga : Abaikan Konflik Anak Tuha, Kunjungan Menteri Nusron Wahid Dinilai Gagal Jawab Masalah Agraria Lampung