Lappung – Kasus keracunan makanan yang menimpa 78 siswa di sebuah pondok pesantren di Lampung menjadi alarm keras bagi pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Baca juga : Diduga dari Ayam Basi, 51 Siswa di Lampung Utara Keracunan Massal MBG
Insiden ini memicu evaluasi ketat terhadap standar higienitas dan keamanan pangan dalam rapat koordinasi daerah (Rakorda) yang diinisiasi Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung.
Rakorda Survei Monitoring dan Evaluasi (Monev) Program MBG Tahap II Tahun 2025, yang digelar di Swiss-Belhotel Lampung, kemarin, secara khusus menyoroti urgensi perbaikan tata kelola di lapangan.
Fungsional Sanitarian Ahli Madya Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Yuliana, secara tegas mengangkat insiden yang terjadi di Pondok Pesantren Baitul Nur pada 14 Oktober 2025 lalu sebagai catatan kritis.
“Kasus ini menegaskan perlunya indikator tambahan pada survei tahap II untuk mengukur standar ketepatan gizi dan keamanan pangan di TPP (Tempat Persiapan Pangan),” tegas Yuliana, dikutip pada Selasa, 28 Oktober 2025.
Menanggapi hal itu, Ketua Satgas MBG Daerah, Saipul, menyatakan komitmennya untuk memperketat pengawasan.
Data dari BPS, menurutnya, akan menjadi dasar krusial untuk perbaikan sistem pelaksanaan program.
“Keberhasilan implementasi MBG sangat bergantung pada sinergi lintas sektor.
“Survei BPS ini menjadi langkah evaluasi krusial agar tujuan perbaikan gizi anak tercapai,” ujar Saipul, yang juga Kepala Dinas PMDT Provinsi Lampung.
Ia menambahkan, Satgas MBG berkomitmen memastikan setiap Sentra Produksi dan Pengolahan Gizi (SPPG) mematuhi standar operasional, termasuk kewajiban memiliki Sertifikat Laik Higienis (SLHS) dan sertifikat penjamah makanan.
“Sinergi antarinstansi juga harus diperkuat dalam pencegahan dan penanganan kejadian luar biasa seperti keracunan makanan,” jelasnya.
Baca juga : MBG Lampung Timur Kembali Telan Korban, Puluhan Siswa Dirawat Usai Keracunan Roti Sosis
Sementara, Kepala BPS Provinsi Lampung, Ahmadriswan Nasution, menegaskan posisi BPS sebagai lembaga independen yang vital dalam memastikan akuntabilitas program strategis nasional ini.
“Program Makan Bergizi Gratis adalah investasi penting menuju Indonesia Emas 2045.
“Peran BPS sangat vital dalam memastikan akuntabilitas dan efektivitas program melalui data yang independen,” ujar Ahmadriswan.
Ia menjelaskan, Rakorda ini bertujuan memperkuat koordinasi lapangan dan menyempurnakan instrumen survei agar data yang dihasilkan semakin akurat dan relevan untuk kebijakan.
Berdasarkan hasil sementara Survei Monev Tahap I secara nasional, program MBG menunjukkan potensi besar sebagai stimulus ekonomi.
Ahmadriswan menyebut nilai kontrak telah mencapai Rp2,65 triliun dengan penyerapan 53.776 pekerja di SPPG.
Dari perspektif pendidikan, program ini dinilai memiliki peran strategis dalam peningkatan kualitas SDM.
Kabid Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Suslina Sari, menyoroti data BPS tahun 2024 yang menunjukkan 10,68 persen penduduk Lampung masih mengalami ketidakcukupan konsumsi pangan.
“Angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ini mempertegas urgensi program MBG. Ini bukan sekadar memberi makan, tetapi intervensi gizi dan pendidikan secara simultan,” jelas Suslina.
Menanggapi seluruh masukan, Ahmadriswan memastikan BPS akan menyempurnakan instrumen dan manajemen lapangan pada Survei Tahap II yang akan dilaksanakan November mendatang.
“Survei ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga akan menghasilkan rekomendasi kebijakan konkret berbasis data akurat dan tepercaya,” tutupnya.
Baca juga : Tercoreng Kasus Keracunan, Program Makan Gratis Prabowo Diawasi Super Ketat di Lampung





Lappung Media Network