Lappung – Petani Lampung Timur tagih janji Menteri ATR-BPN Hadi Tjahjanto.
LBH Bandarlampung bersama 390 petani dari Desa Sripendowo.
Dan 7 desa lainnya mengirimkan surat pengaduan ke Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Baca juga : Konflik Tanah Tuntas. Warga Bumi Agung Marga Terima 110 Sertifikat Tanah
Tujuan pengaduan tersebut adalah untuk mengusut tuntas dugaan adanya praktik mafia tanah di Lampung Timur.
Surat pengaduan ini merupakan respons dari petani terhadap janji Menteri ATR/BPN untuk memberantas mafia tanah.
Para petani, yang telah menggarap lahan seluas 401 hektar di 8 desa, mencari keadilan atas lahan yang mereka olah sejak puluhan tahun lalu.
Menurut Direktur LBH Bandarlampung, Sumaindra Jarwadi, lahan yang selama ini digarap oleh masyarakat tiba-tiba memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
Baca juga : Satgas BLBI Ambil Alih Aset Tanah Bandarlampung Rp149 Miliar
SHM itu atas nama orang lain tanpa pengetahuan para penggarap.
Masyarakat penggarap, yang telah mengelola lahan tersebut sejak tahun 1968, tidak pernah mentransfer hak tanah kepada pihak lain melalui sewa menyewa atau jual beli.
Penting dicatat bahwa para penggarap tidak pernah mengetahui atau melihat pengukuran yang dilakukan oleh BPN Lampung Timur.
“Hal ini mencakup area garapan, jalan-jalan, dan bahkan makam.
“Kesemua itu masuk dalam sertifikat tanah tersebut,” jelasnya, Sabtu, 2 Desember 2023.
Masyarakat penggarap baru mengetahui tentang penerbitan sertifikat pada tahun 2022 ketika seseorang yang tidak dikenal muncul dengan bukti SHM dan menuntut pembayaran.
Baca juga : IKADIN Bandar Lampung Soroti Praktik Mafia Tanah
Lebih dari 390 kepala keluarga menjadi korban dugaan mafia tanah ini, sering kali diintimidasi dan dipaksa membayar jumlah yang signifikan.
“Jumlahnya berkisar antara Rp150 juta hingga Rp200 juta sesuai dengan luas lahan yang mereka garap,” tegas dia.
Petani Lampung Timur Tagih Janji Menteri ATR-BPN
Penggarap juga menghadapi ancaman akan dilaporkan ke pihak kepolisian atas tuduhan penyerobotan lahan.
Situasi ini menciptakan ketidakpastian hukum bagi masyarakat penggarap yang telah berjuang mempertahankan lahan garapan mereka di kawasan hutan register 38 Gunung Balak.
Surat pengaduan yang diajukan oleh LBH Bandarlampung dan para petani bertujuan agar Menteri ATR/BPN dapat mengusut dugaan mafia tanah ini dengan cermat.
Hingga memberikan keadilan bagi para penggarap, dan menjaga integritas pertanahan di Lampung Timur.
Baca juga : Arinal Bantu Korban Banjir dan Tanah Longsor Waykanan