Lappung – Nasib 7 mantan buruh PT Wahana Raharja, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Lampung, masih terkatung-katung.
Meskipun telah memenangkan gugatan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), perusahaan plat merah itu belum juga membayarkan tunggakan upah dan kompensasi PHK senilai total Rp326.087.940.
Baca juga : Respons Darurat, LBH Bandarlampung Fasilitasi Gugatan Korban Keracunan MBG
Putusan hukum yang berkekuatan tetap tersebut seolah tak berarti bagi manajemen perusahaan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung selaku kuasa hukum para buruh kini mendesak Direktur Utama PT Wahana Raharja untuk segera mematuhi hukum dan melunasi hak para pekerjanya tanpa penundaan.
Perjuangan hukum para buruh ini telah teruji hingga tingkat tertinggi.
Mahkamah Agung melalui putusan kasasi Nomor 497K/PDT.SUS-PHI/2025 pada 30 April 2025 lalu telah menguatkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Tanjungkarang.
“Putusan ini adalah bukti sahih bahwa hak-hak buruh telah dirampas. Tidak ada lagi alasan bagi Direktur Utama PT Wahana Raharja untuk menunda pembayaran,” tegas Ahmad Khudori, dari LBH Bandarlampung dalam siaran pers yang diterima pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Menurutnya, majelis hakim secara tegas menghukum perusahaan untuk membayar seluruh tunggakan gaji dan kompensasi kepada tujuh buruh.
Putusan ini sekaligus membantah dalih perusahaan dan menegaskan bahwa status hubungan kerja mereka adalah Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Seperti diketahui, kasus ini menjadi ironi besar karena PT Wahana Raharja adalah perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Lampung.
BUMD yang seharusnya menjadi contoh kepatuhan hukum dan pilar ekonomi daerah, justru dituding menjadi pelaku pelanggaran hak dasar pekerja.
Baca juga : Konflik Agraria Anak Tuha: PT BSA Mangkir dari Mediasi, LBH Desak Negara Bertindak Tegas
LBH Bandarlampung menilai, alih-alih menyejahterakan, praktik manajemen yang buruk telah mengubah BUMD ini menjadi mesin perampasan hak buruh.
“Ini bukan sekadar kelalaian manajemen, tetapi juga buah dari pembiaran struktural. Di mana pengawasan dari Pemerintah Provinsi sebagai pemilik,” singgung Khudori.
Kegagalan pengawasan tidak hanya ditujukan kepada eksekutif. DPRD Provinsi Lampung juga dinilai harus bertanggung jawab atas fungsi pengawasan yang melekat padanya.
LBH mendesak DPRD untuk tidak menutup mata dan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap BUMD yang terbukti gagal menjamin kesejahteraan buruhnya.
Oleh karena itu, YLBHI-LBH Bandarlampung secara resmi melayangkan 3 desakan utama:
- Direktur Utama PT Wahana Raharja untuk segera melaksanakan putusan pengadilan tanpa syarat.
- Pemerintah Provinsi Lampung untuk mengambil langkah tegas dan mengevaluasi total manajemen BUMD tersebut.
- DPRD Provinsi Lampung untuk menggunakan fungsi pengawasannya dan mengevaluasi BUMD yang bermasalah.
“Jika perusahaan milik daerah saja bisa mengingkari hukum, bagaimana dengan perusahaan swasta yang pengawasannya lebih minim? Ini harus menjadi alarm keras bagi semua pihak,” tutup Khudori.
Baca juga : LBH Desak Gaji Buruh PT San Xiong Steel Segera Dibayar