Lappung – Kondisi Pelabuhan Merak dan Ketapang yang kian kritis akibat kekurangan dermaga dinilai telah menyumbat urat nadi ekonomi nasional.
Antrean panjang kendaraan dan kapal feri yang terjadi hampir setiap hari disebut bukan lagi sekadar masalah transportasi, melainkan ancaman serius bagi rantai pasok logistik Jawa-Sumatera.
Baca juga : ASDP dan TNI-Polri Amankan Pelabuhan Bakauheni dari Pungli
Pemerhati Pembangunan, Mahendra Utama, menyatakan bahwa masalah utama di pelabuhan penyeberangan Selat Sunda itu adalah ketidakseimbangan antara volume kendaraan dan ketersediaan infrastruktur dermaga.
“Masalahnya sederhana di permukaan, dermaga kurang dan kedalaman terbatas.
“Tapi dampaknya luar biasa besar bagi ekonomi,” kata Mahendra Utama, Senin, 27 Oktober 2025.
Mahendra memaparkan dampak langsung dari krisis tersebut.
Menurutnya, kapal feri yang idealnya bisa beroperasi 4 kali sehari, kini hanya mampu melakukan 2 kali perjalanan karena harus mengantre berjam-jam untuk sandar.
“Bagi operator feri, ini kerugian nyata. Kapal diam, mesin menyala, tapi tidak produktif. Ini adalah idle cost jutaan rupiah yang hilang setiap hari,” jelasnya.
Situasi di darat, lanjutnya, sama peliknya. Antrean truk logistik dilaporkan bisa mengular hingga belasan kilometer dari pintu masuk pelabuhan.
“Sopir kehilangan waktu produktif, barang dagangan tertunda, dan biaya logistik membengkak.
“Pada akhirnya, beban ini akan ditanggung konsumen lewat kenaikan harga barang,” tegas Mahendra.
Koordinasi Lemah dan Anggaran Kronis
Mahendra Utama menilai, masalah di Merak dan Ketapang lebih kompleks dari sekadar tantangan geografis.
Ia menyoroti adanya persoalan fundamental dalam perencanaan dan eksekusi kebijakan.
“Jujur saja, masalah sebenarnya ada pada koordinasi antar-lembaga yang lemah.
“Seringkali tidak sejalan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN pelabuhan,” ungkapnya.
Baca juga : 2 Pemudik Jatuh ke Laut Saat Naik Feri di Pelabuhan Merak
Selain itu, ia juga menunjuk keterbatasan anggaran yang kronis dan perencanaan yang terkesan setengah hati sebagai akar masalah.
“Infrastruktur pelabuhan ini seolah bukan prioritas mendesak. Padahal, ini adalah urat nadi ekonomi nasional.
“Setiap menit kapal mengantre, itu adalah menit yang hilang dari produktivitas negara,” papar Mahendra.
Solusi Jangka Pendek dan Visi Besar
Untuk mengatasi masalah yang terus berlarut, Mahendra mengusulkan 3 langkah strategis yang harus segera diambil pemerintah.
Sebagai solusi jangka pendek, ia mendesak perlunya optimalisasi dermaga yang sudah ada.
“Pertama, perbaiki sistem penjadwalan kapal, kelola antrean dengan lebih cerdas, dan percepat digitalisasi layanan. Ini bisa dilakukan cepat tanpa harus menunggu anggaran besar,” ujarnya.
Langkah kedua adalah komitmen politik yang tegas untuk mempercepat pembangunan dermaga baru.
“”Ini tidak boleh hanya jadi janji di atas kertas. Butuh eksekusi yang tegas,” lanjutnya.
Ketiga, dan yang paling penting, Mahendra menekankan perlunya visi besar jangka panjang untuk transportasi Selat Sunda.
“Kita butuh grand design. Bukan cuma soal dermaga, tapi juga integrasi dengan jalur logistik darat, bahkan mulai memikirkan secara serius opsi jembatan atau terowongan di masa depan,” tegasnya.
Ia menyimpulkan bahwa membiarkan antrean panjang di Merak dan Ketapang menjadi pemandangan lumrah adalah sebuah kesalahan.
“Pembangunan adalah memastikan roda ekonomi berputar lancar.
“Ketika urat nadi ini terhambat, yang merasakan akibatnya bukan hanya pengusaha, tapi kita semua,” tutupnya.
Baca juga : Dibawa dalam Keranjang Buah, 982 Burung Ilegal Disita di Pelabuhan Bakauheni





Lappung Media Network