Lappung – Pemerintah secara resmi mengakhiri era penyusunan laporan keuangan (LK) yang tidak terstandarisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025 tentang Pelaporan Keuangan.
Regulasi baru tersebut menegaskan, laporan keuangan kini wajib disusun oleh tenaga profesional yang memiliki kompetensi dan integritas.
Baca juga : Rekening Dormant: Cermin Literasi Keuangan dan Integritas Sistem Perbankan
Langkah strategis ini diambil untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dunia usaha, sekaligus menghentikan praktik manipulasi data yang selama ini merugikan iklim investasi.
Pemerhati Pembangunan, Mahendra Utama, menilai terbitnya PP 43/2025 sebagai langkah tegas yang sudah lama dinantikan.
Menurutnya, regulasi baru itu adalah sinyal kuat bahwa pemerintah tidak lagi memberi ruang bagi laporan keuangan berkualitas rendah.
“Selama ini, banyak laporan keuangan yang kualitasnya dipertanyakan, entah karena dibuat orang yang tidak kompeten, atau memang sengaja disiasati untuk kepentingan tertentu.
“PP ini jadi sinyal bahwa era permainan laporan keuangan sudah seharusnya berakhir,” ujar Mahendra Utama dalam keterangannya, Sabtu, 25 Oktober 2025.
Mahendra menyoroti bahwa aturan ini memiliki cakupan yang sangat luas.
Kewajiban itu berlaku mulai dari perusahaan publik, lembaga keuangan, hingga entitas non keuangan, yang semuanya harus patuh pada standar profesionalisme akuntansi nasional.
“Tidak ada lagi ruang untuk main-main,” tegasnya.
Untuk mendukung implementasi, pemerintah juga membentuk Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK).
Platform tersebut akan berfungsi sebagai portal tunggal untuk semua pelaporan.
“Tujuannya jelas, supaya data keuangan nasional lebih rapi, tidak ada lagi duplikasi laporan yang bikin pusing, dan pengawasan lintas kementerian jadi lebih mudah,” jelas Mahendra.
Bagi pelaku usaha, termasuk yang berada di daerah seperti Lampung, Mahendra melihat peraturan itu sebagai dua sisi mata uang, peluang sekaligus tantangan.
Di satu sisi, laporan keuangan yang kredibel akan membuka akses pembiayaan yang lebih mudah dan meningkatkan kepercayaan investor.
“Peluangnya, kalau laporan keuangan kita rapi dan kredibel, akses ke pembiayaan jadi lebih mudah. Investor juga lebih percaya,” tuturnya.
Tapi tantangannya, sambung Mahendra, pelaku usaha harus siap investasi untuk punya SDM akuntansi yang tersertifikasi dan benar-benar paham aturan.
Baca juga : Menkeu Purbaya Bongkar Borok BP Tapera
Di sisi lain, hal yang menjadi perhatian khusus Mahendra adalah nasib Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Ia khawatir kewajiban baru tersebut justru menjadi beban berat bagi UKM yang selama ini mengelola keuangan secara sederhana.
“Yang bikin saya agak khawatir adalah nasib UKM. Mereka kan selama ini banyak yang masih mengelola keuangan secara sederhana, bahkan manual,” katanya.
Mahendra mendesak pemerintah agar tidak lepas tangan dan segera menyiapkan skema transisi yang realistis bagi UKM.
“Kalau tiba-tiba dipaksa ikut aturan baru tanpa pendampingan, bisa-bisa malah jadi beban.
“Pemerintah perlu menyiapkan pelatihan gratis, atau bantuan konsultasi untuk UKM agar mereka tidak ketinggalan,” usulnya.
Meski demikian, Mahendra optimistis PP 43/2025 dapat menjadi fondasi penting menuju ekonomi Indonesia yang lebih bersih dan profesional.
“Kalau laporan keuangan dibuat oleh orang yang berintegritas, otomatis tingkat kepercayaan naik.
“Ini bukan sekadar aturan administratif, tapi pernyataan tegas bahwa kita serius ingin memperbaiki tata kelola ekonomi dari akar,” pungkasnya.
Baca juga : Di Tengah Perlambatan Nasional, Lampung Masuk Zona Hijau Realisasi Belanja




Lappung Media Network